“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan lelaki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang denan (menggunakan)
nama-Nya kami saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa:
1)
“Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan, barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang besar.”
Begitulah
perintah Allah kepada kita agar kita bertakwa. Namun, iman di dalam hati kita
bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu dinamis. Bak gelombang air laut
yang kadang pasang naik dan kadang pasang surut.
Ketika
kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih ada dalam kebaikan,
kita beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah
itu membuat kita ada di luar koridor ajaran Rasulullah saw., kita celaka.
Rasulullah saw. bersabda, “Engkau mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap
semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa yang kelemahannya tertuju pada
sunnahku, maka dia telah beruntung. Dan, siapa yang kelemahannya tertuju kepada
selain itu, maka dia telah binasa.” (Ahmad)
Begitulah
kondisi hati kita. Sesuai dengan namanya, hati –dalam bahasa Arab qalban—selalu
berubah-ubah (at-taqallub) dengan cepat. Rasulullah saw. berkata, “Dinamakan
hati karena perubahannya. Sesungguhnya hati itu ialah laksana bulu yang
menempel di pangkal pohon yang diubah oleh hembusan angin secara terbalik.”
(Ahmad dalam Shahihul Jami’ no. 2365)
Karena itu
Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan
hati kita dalam ketaatan. “Ya Allah Yang membolak-balikan hati-hati manusia,
balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (Muslim no. 2654)
Hati kita
akan kembali pada kondisi ketaatan kepada Allah swt. jika kita senantiasa
memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu
dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana
pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui
iman di dalam hatimu.” (Al-Hakim di Al-Mustadrak, 1/4; Al-Silsilah
Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di Al-Kabir)
Bagaimana
cara memperbaharui iman? Ada 20 sarana yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai
berikut.
1.
Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran
Al-Qur’an
diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati
manusia. “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82).
Kata Ibnu
Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan
hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus
mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat.
Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada
pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan
mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu
ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan
sembuh.”
2. Rasakan
keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah
Al-Qur’an
dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang
ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya
akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.
Resapi
betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki
nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-‘Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar,
Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang
menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.
Jangan
sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, “Dan mereka tidak
mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan
seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan
tangan kanan-Nya.” (Az-Zumar: 67)
3. Carilah
ilmu syar’i
Sebab,
Al-Qur’an berkata, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Karenanya,
dalamilah ilmu-ilmu yang mengantarkan kita pada rasa takut kepada Allah.
Allah
berfirman, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?” (Az-Zumar: 9). Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan
manusia, tahu tentang syariat yang diturunkan Allah sebagai tata cara hidup
manusia, dan tahu ke mana tujuan akhir hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk
hatinya dalam ibadah dan kuat imannya dalam aneka gelombang ujian ketimbang
orang yang jahil.
Orang yang
tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri daripada
orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka, tentu
akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya surga, tentu
tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.
4.
Mengikutilah halaqah dzikir
Suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai
Hanzhalah?” Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar
menanyakan apa sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah
saw., beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami
bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi
Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dankehidupan,
lalu kami pun banyak lupa.”
Lantas
keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah, “Demi
jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap seperti
keadaanmu di sisiku dan di dalam dzikir, tentu para malaikat akan menyalami
kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan. Tetapi, wahai
Hanzhalah, sa’atah, sa’atan, sa’atan.” (Shahih Muslim no. 2750)
Begitulah
majelis dzikir. Bisa menambah bobot iman kita. Makanya para sahabat sangat
bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. “Duduklah besama kami untuk
mengimani hari kiamat,” begitu ajak Muadz bin Jabal. Di halaqah itu, kita bisa
melaksanakan hal-hal yang diwajibkan Allah kepada kita, membaca Al-Qur’an,
membaca hadits, atau mengkaji ilmu pengetahuan lainnya.
5.
Perbanyaklah amal shalih
Suatu ketika
Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di hari ini?”
Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, “Siapa di
antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.”
Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri
seseorang malainkan dia akan masuk surga.” (Muslim)
Begitulah
seorang mukmin yang shaddiq (sejati), begitu antusias menggunakan setiap
kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk
mendapatkan surga. “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari
Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)
Begitulah
mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah swt., “Mereka
sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka
memohon ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk
orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
(Adz-Dzariyat: 17-19)
Banyak
beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita kontinu dengan amal-amal
shalih, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits qudsy, Rasulullah saw.
menerangkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku
dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari no.
6137)
6. Lakukan
berbagai macam ibadah
Ibadah
memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti zakat, ibadah lisan
seperti doa dan dzikir. Ada juga ibadah yang yang memadukan semuanya seperti
haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lemah iman
kita.
puasa membuat kita khusyu’ dan mempertebal rasa
muraqabatullah (merasa diawasi Allah). Shalat rawatib dapat menyempurnakan
amal-amal wajib kita kurang sempurna kualitasnya. Berinfak mengikis sifat
bakhil dan penyakit hubbud-dunya. Tahajjud menambah kekuatan.
Banyak
melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman kita makin baru
dan cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk
surga. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menafkahi dua istri di jalan
Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini
adalah baik.’ Lalu barangsiapa yang menjadi orang yang banyak mendirikan
shalat, maka dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang
banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang banyak
melakukan puasa, maka dia dipanggil dari
pintu ar-rayyan. Barangsiapa menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah,
maka dia dipanggil dari pintu sedekah.” (Bukhari no. 1798)
7. Hadirkan
perasaan takut mati dalam keadaan su’ul khatimah
Rasa takut
su’ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita.
Penyebab su’ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam
jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail,
lidah kita tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas
terakhir.
8.
Banyak-banyaklah ingat mati
Rasulullah
saw. bersabda, “Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang
ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakan hati, membuat mata menangism
mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang
kotor.” (Shahihul Jami’ no. 4584)
Rasulullah
saw. juga bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan,
yakni kematian.” (Tirmidzi no. 230)
Mengingat-ingat
mati bisa mendorong kita untuk menghindari diri dari berbuat durhaka kepada
Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Karena itu Rasulullah
menganjurkan kepada kita, “Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah,
niscaya akan mengingatkanmu terhadap hari akhirat.” (Shahihul Jami’ no. 4109)
Melihat
orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah
kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak
membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang
hancur.
Bayangan
seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat,
membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.
9.
Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat
Ada beberapa
surat yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya, surah Qaf,
Al-Waqi’ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan At-Takwir.
Begitu juga hadits-hadits Rasulullah saw.
Dengan
membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua itu
dan hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua pengetahuan kita tentang
kejadian hari kiamat, hari kebangkitan, berkumpul di mahsyar, tentang syafa’at
Rasulullah saw., hisab, pahala, qishas, timbangan, jembatan, tempat tinggal
yang kekal di surga atau neraka; semua itu menambah tebal iman kita.
10.
Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam
Aisyah
pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat
awan, maka mereka gembira karena berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau
jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu.” Rasulullah saw.
menjawab, “Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada adzab. Sebab
ada suatu kaum yang pernah diadzab dikarenakan angin, dan ada suatu kaum yang melihat
adzab seraya berkata, ‘Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada
kami’.” (Muslim no. 899)
Begitulah
Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat
gerhana, terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, “Matahari pernah
gerhana, lalu Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut
karena gerhana itu merupakan tanda kiamat.”
11.
Berdzikirlah yang banyak
Melalaikan
dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kuburan sebelum kita
terbujur di kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak bisa kembali. Karena itu, orang
yang ingin mengobati imannya yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah. “Dan
ingatlah Rabb-mu jika kamu lupa.” (Al-Kahfi: 24) “Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah lha hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)
Ibnu Qayim
berkata, “Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak bisa mencair kecuali
dengan dzikrullah. Maka seseorang harus mengobati kekerasan hatinya dengan
dzikrullah.”
12.
Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya
Seseorang
selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda
Rasulullah saw., “Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia
dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa.” (Muslim no. 428)
Seseorang
selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang mencerminkan ketundukan
dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin menampakan
kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman kita. Semakin
banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah
swt.
13.
Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk
Ini penting
untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak
berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya.
Padahal, hidup di dunia hanyalah sesaat saja.
Allah swt.
berfirman, “Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka
kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah
dijanjikan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka
selalu menikmatinya.” (Asy-Syu’ara: 205-207)
“Seakan-akan
mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.” (Yunus:
45)
14.
Memikirkan kehinaan dunia
Hati
seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang dipikirkannya, itulah orientasi
hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan
diarahkan untuk memperolehnya.cinta dunia
sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah swt., “Kehidupan dunia itu tidak
lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran)
Karena itu
pikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., “Sesungguhnya makanan
anak keturunan Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah
apa yang keluar dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah
serta lemaknya sudah bisa diketahui akan menjadi apakah ia.” (Thabrani)
Dengan
memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari orientasi
ke hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.
15.
Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah
“Barangsiapa
yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan
hati.” (Al-Hajj: 32)
“Dan
barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah
lebih baik baginya di sisi Rabb-nya.” (Al-Hajj: 30)
Hurumatullah
adalah hak-hak Allah yang ada di diri manusia, tempat, atau waktu tertentu.
Yang termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah
saw.; tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan
waktu-waktu tertentu seperti bulan-bulan haram.
Yang juga
termasuk hurumatullah adalah tidak menyepelekan dosa-dosa kecil. Sebab, banyak
manusia binasa karena mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata Rasulullah
saw., “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu bisa berhimpun pada
diri seseornag hingga ia bisa membinasakan dirinya.”
16.
Menguatkan sikap al-wala’ wal-bara’
Al-wala’
adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas kepada sesama muslim.
Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Jika
terbalik, kita benci kepada muslim dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah,
tentu keadaan ini petanda iman kita sangat lemah.
Memurnikan
loyalitas hanya kepada Alah, Rasul, dan orang-orang beriman adalah hal yang
bisa menghidupkan iman di dalam hati kita.
17. Bersikap
tawadhu
Rasulullah
saw. bersabda, “Merendahkan diri termasuk bagian dari iman.” (Ibnu Majah no.
4118)
Rasulullah
juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada
Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati
kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di
antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.”
(Tirmidzi no. 2481)
Maka tak
heran jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf –sahabat yang kaya—tidak
beda dengan yang dikenakan para budak yang dimilikinya.
18.
Perbanyak amalan hati
Hati akan
hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu
dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya.
Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat
kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk,
zuhud, wara’, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)
19. Sering
menghisab diri
Allah
berfirman, “Hai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat).” (Al-Hasyr: 18)
Umar bin
Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi
waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat.
Apakah sudah cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh
ini sarana yang efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.
20. Berdoa
kepada Allah agar diberi ketetapan iman
Perbanyaklah
doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba.
Rasulullah saw. berwasiat, “Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di
antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar
Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.”
Ya Allah,
perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam
taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.
No comments:
Post a Comment