adalah seorang ahli ibadah yang tidak memiliki apa-apa. Meski
demikian, Al Farghani menampakkan diri sebagai seorang saudagar. Ia memakai
pakaian rangkap berwarna putih, mengenaikan surban dan sandal bersih di
tanggannya ada kunci besar yang bentuknya indah. Sedangkan Al Farghani sendiri
tidak memiliki rumah dan tidur dari masjid ke masjid. Namun karena
penampilannya, masyarakat umum memandang Al Farghani sebagai seorang saudagar,
hanya kalangan khusus saja yang mengetahui hakikat keadaan ahli ibadah ini.
Suatu
saat, Al Farghani melakukan perjalanan ke Mesir dengan pakaian indahnya
tersebut. Para ahli ibadah pun tahu bahwa yang datang adalah ahli ibadah,
hingga mereka berkumpul untuk mendengar petuahnya.
Sampai
pada suatu saat Al Farghani melakukan perjalanan dengan diikuti oleh ahli
ibadah yang lain. Karena tidak tahan, banyak ahli ibadah yang berhenti dan
tidak sanggup mengikuti perjalanan kecuali sedikit. Sampai akhirnya Al Farghani
bertanya kepada mereka,”Apakah kalian merasa lapar?” Mereka yang mengikuti
perjalanan pun mengiyakan.
Akhirnya
rombongan itu bersitirahat di sebuah kampung yang terdapat baiara para rahib.
Melihat rombongan itu, seorang rahib menyeru kepada rahib-rahib
lainnya,”Berilah makanan kepada para rahib Muslim ini, sesungguhnya ada sebagaian
dari mereka yang tidak sabar terhadap rasa lapar”.
Al
Farghani pun tersinggung dengan ucapan rahib tersebut, hingga ia
menyampaikan,”Wahai rahib, apakah engkau sudah mengetahui ilmu mengenai
bersabar dalam lapar?” Rahib itu pun bertanya,”Bagaimana?”
Al
Farghani pun menjawab,”Wahai rahib, turunlah dari biaramu dan makanlah
sesukamu, kamudian ikutlah bersamaku untuk masuk ke dalam sebuah ruangan untuk
dikunci dan tidak membawa apa-apa kecuali air untuk kita bersuci. Barang siapa
tidak tahan, maka ia memberi tanda untuk keluar dan mengikut ajaran temannya
yang masih tetap dalam kondisi semula. Sedangkan aku sudah tiga hari tidak
mencium bau makanan”.
Akhirnya
Al Farghani dan rahib pun sepakat untuk masuk ruangan kosong dan terkunci,
sedangkan para ahli ibadah dan para rahib lain mengamati terus-menerus. Dan
selama 40 hari mereka tidak melihat ada tanda apa-apa.
Sampai
akhirnya di hari ke 41, terdengar suara ketukan pintu dari dalam ruangan itu
dan ketika dibuka, maka yang muncul adalah rahib yang meminta pertolongan.
Mereka yang berada di sekitarnya pun segera memberi minum sedangkan Al Farghani
hanya melihat saja.
Tak
lama kemudian rahib pun kembali kepada Al Farghani dan mengucap,”Aku bersaksi
bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
Allah”.
Setelah
itu, Al Farghani pun memberi nasihat kepada para rahib yang berada di biara
itu, hingga akhirnya seluruhnya mengikrarkan diri untuk masuk Islam.
Dan
Al Farghani akhirnya kembali ke Baghdad bersama para ahli ibadah dan para
rahib yang telah masuk Islam. (Thabaqat Al Auliya, hal. 304)