Berputarlah roda kehidupan dan datanglah janji Allah SWT. Setelahdatangnya topan, tiada yang tersisa dari manusia di muka bumi kecualiorang-orang yang beriman. Tiada satu hati yang kafir pun berada di muka bumi
dan setan mulai mengeluhkan pengangguran.
Berlalulah tahun demi tahun, lalu
matilah para orang tua dan anak-anak, dan datanglah anak dari anak-anak.
Manusia lupa akan wasiat Nabi Nuh dan mereka kembali menyembah berhala. Manusia
menyimpang dari penyembahan yang semata-mata untuk Allah SWT. Akhirnya, tipuan
kuno berulang kembali. Para cucu kaum Nabi Nuh berkata: "Kita tidak ingin
melupakan kakek kita yang Allah SWT selamatkan mereka dari topan."
Al-Qur'an menyingkap ceritanya
setelah diutusnya Nabi Hud untuk membawa agama kepada manusia. Nabi Hud berasal
dari kabilah yang bernama 'Ad. Kabilah ini tinggal di suatu tempat yang bernama
al-Ahqaf. la adalah padang pasir yang dipenuhi dengan gunung-gunung pasir dan
tampak dari puncaknya lautan. Adapun tempat tinggal mereka berupa tenda-tenda
besar dan mempuyai tiang-tiang yang kuat dan tinggi. Kaum 'Ad terkenal dengan
kekuatan fisik di saat itu, dan mereka juga memiliki tubuh yang amat tinggi dan
tegak sampai-sampai mereka mengatakan seperti yang dikutip oleh Al-Qur'an:
"Mereka berkata: 'Siapakah
yang lebih kuat daripada kami.'" (QS. Fushilat: 15)
Tiada seorang pun di masa itu
yang dapat menandingi kekuatan mereka. Meskipun mereka memiliki kebesaran
tubuh, namun mereka memiliki akal yang gelap. Mereka menyembah berhala dan
membelanya bahkan mereka siap berperang atas namanya. Mereka malah menuduh nabi
mereka dan mengejeknya. Selama mereka menganggap bahwa kekuatan adalah hal yang
patut dibanggakan, maka seharusnya mereka melihat bahwa Allah SWT yang
menciptakan mereka lebih kuat dari mereka. Sayangnya, mereka tidak melihat
selain kecongkakan mereka. Nabi Hud berkata kepada mereka:
"Wahai kaumku, sembahlah
Allah yang tiada tuhan lain bagi kalian selain-Nya. " (QS. Hud: 50)
Itu adalah perkataan yang sama
yang diucapkan oleh seluruh nabi dan rasul. Perkataan tersebut tidak pernah
berubah, tidak pernah berkurang, dan tidak pernah dicabut kembali. Kaumnya
bertanya kepadanya: "Apakah engkau ingin menjadi pemimpin bagi kami
melalui dakwahmu ini? Imbalan apa yang engkau inginkan?" Nabi Hud
memberitahu mereka bahwa ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT. Ia tidak
menginginkan sesuatu pun dari mereka selain agar mereka menerangi akal mereka
dengan cahaya kebenaran. Ia mengingatkan mereka tentang nikmat Allah SWT
terhadap mereka. Bagaimana Dia menjadikan mereka sebagai khalifah setelah Nabi
Nuh, bagaimana Dia memberi mereka kekuatan fisik, bagaimana Dia menempatkan
mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan, bagaimana Dia mengirim hujan lalu
menghidupkan bumi dengannya.
Kaum Hud membuat kerusakan dan
mengira bahwa mereka orang-orang yang terkuat di muka bumi, sehingga mereka
menampakkan kesombongan dan semakin menentang kebenaran. Mereka berkata kepada
Nabi Hud: "Bagaimana engkau menuduh tuhan-tuhan kami yang kami mendapati
ayah-ayah kami menyembahnya?" Nabi Hud menjawab: "Sungguh orang tua
kalian telah berbuat kesalahan." Kaum Nabi Hud berkata: "Apakah
engkau akan mengatakan wahai Hud bahwa setelah kami mad dan menjadi tanah yang
beterbangan di udara, kita akan kembali hidup?" Nabi Hud menjawab:
"Kalian akan kembali pada hari kiamat dan Allah SWT akan bertanya kepada
masing-masing dari kalian tentang apa yang kalian lakukan."
Setelah mendengar jawaban itu,
meledaklah tertawa dari mereka. Alangkah anehnya pengakuan Hud, demikianlah
orang-orang kafir berbisik di antara mereka. Manusia akan mati dan ketika mati
jasadnya akan rusak dan ketika jasadnya rusak ia akan menjadi tanah kemudian
akan dibawa oleh udara dan tanah itu akan beterbangan, lalu bagaimana semua
ini akan kembali ke asalnya. "Kemudian apa pengertian adanya hari kiamat?
Mengapa orang-orang yang mati akan bangkit dari kematiannya?" Hud menerima
pertanyaan-pertanyaan ini dengan kesabaran yang mulia. Kemudian ia mulai
menerangkan pada kaumnya keadaan hari kiamat. Ia menjelaskan kepada mereka
bahwa kepercayaan manusia kepada hari akhir adalah satu hal yang penting yang
berhubungan dengan keadilan Allah SWT, sebagaimana ia juga sesuatu yang penting
yang juga berhubungan dengan kehidupan manusia.
Nabi Hud menerangkan kepada
mereka sebagaimana apa yang diterangkan oleh semua nabi berkenaan dengan hari
kiamat. Sesungguhnya hikmah sang Pencipta tidak menjadi sempurna dengan sekadar
memulai penciptaan kemudian berakhirnya kehidupan para makhluk di muka bumi
ini, lalu setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini adalah masa tenggang yang
pertama dari ujian. Dan ujian tidak selesai dengan hanya menyerahkan lembar
jawaban. Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar jawaban itu,
memberi nilai, dan menjelaskan siapa yang berhasil dan siapa yang gagal.
Manusia selama hidup di dunia
tidak hanya mempunyai satu tindakan; ada yang berbuat kelaliman, ada yang
membunuh, dan ada yang melampaui batas. Seringkali kita melihat orang-orang
lalim pergi dengan bebas tanpa menjalani hukuman. Cukup banyak orang-orang yang
jahat namun mereka mendapatkan fasilitas yang mewah dan mendapatkan
penghormatan serta kekuasaan. Ke mana orang-orang yang teraniaya akan mengadu
dan kepada siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh?
Logika keadilan menuntut adanya
hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan tidak selalu menang dalam kehidupan, bahkan
terkadang pasukan kejahatan berhasil membunuh dan memperdaya para pejuang
kebenaran. Lalu, apakah kejahatan ini berlalu begitu saja tanpa mendapatkan
balasan? Sungguh suatu kelaliman besar terhampar seandainya kita menganggap
bahwa hari kiamat tidak pernah terjadi. Allah SWT telah mengharamkan kelaliman
atas diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya terjadi di antara
hamba-hamba-Nya., maka adanya hari kiamat, hari perhitungan, hari pembalasan
adalah sebagai bukti kesempurnaan dari keadilan Allah SWT. Sebab hari kiamat
adalah hari di mana semua persoalan akan disingkap kembali di depan sang
Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT akan memutuskan hukum-Nya di
dalam-nya. Inilah kepentingan pertama tentang hari kiamat yang berhubungan
langsung dengan keadilan Allah SWT.
Ada kepentingan lain berkenaan
dengan hari kiamat, yang berhubungan dengan perilaku manusia sendiri. Bahwa
keyakinan dengan adanya hari akhir, mempercayai hari kebangkitan, perhitungan
amal, penerimaan pahala dan siksa, dan kemudian masuk surga atau neraka adalah
perkara-perkara yang langsung berkenaan dengan perilaku manusia, di mana
konsentrasi manusia dan had mereka akan tertuju dengan alam lain setelah alam
ini. Oleh karena itu, mereka tidak akan terbelenggu oleh kenikmatan dunia,
kerakusan kepadanya, dan egoisme untuk menguasinya. Mereka tidak perlu gelisah
saat mereka tidak berhasil melihat balasan usaha mereka dalam umur mereka yang
pendek dan terbatas. Dengan demikian, manusia semakin meninggi dari tanah yang
menjadi asal penciptaannya ke roh yang ditiupkan oleh Tuhannya.
"Dan berkatalah
pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan pertemuan
dengan hari kiamat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan
dunia: 'Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia, makan dari apa
yang kamu, makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika
kamu sekalian menaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian itu,
kamu benar-benar menjadi orang-orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada
kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang
belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?, jauh, jauh sekali
(dari kebenaran) apa yang diancamkan kepadamu itu, kehidupan tidak lain
hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup dan sekali-kali tidak
akan dibangkitkan lagi. " (QS. al-Mu`minun: 33-37)
Demikianlah kaum Nabi Hud
mendustakan nabinya. Mereka berkata kepadanya: "Tidak mungkin, tidak
mungkin." Mereka keheranan ketika mendengar bahwa Allah SWT akan
membangkitkan orang-orang yang ada dalam kuburan. Mereka bingung ketika
dibe-ritahu bahwa Allah SWT akan mengembalikan penciptaan manusia setelah ia
berubah menjadi tanah, meskipun Dia telah menciptakannya sebelumnya juga dari
tanah. Seharusnya para pendusta hari kebangkitan itu merasa bahwa mengembalikan
penciptaan manusia dari tanah dan tulang lebih mudah dari penciptaannya pertama
kali. Bukankah Allah SWT telah menciptakan semua makhluk, maka kesulitan apa
yang ditemui-Nya dalam mengembalikannya. Kesulitan itu disesuaikan dengan
tolok ukur manusia yang tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok ukur manusia
tersebut tidak dapat diterapkan kepada Allah SWT. Karena Dia tidak mengenal
kesulitan atau kemudahan. Ketika Dia ingin membuat sesuatu, maka Dia hanya
sekadar mengeluarkan perintah:
"Allah Pencipta langit dan
bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia
hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah."Lalu jadilah ia." (QS.
al-Baqarah: 117)
Kita juga memperhatikan
firman-Nya:
"Dan berkatalah
pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya." (QS. al-Mu^minun: 33)
Al-Mala' ialah para pembesar
(ar-Ruasa'). Mereka dinamakan al-Mala' karena mereka suka berbicara dan mereka
mempunyai kepentingan dalam kesinambungan situasi yang tidak sehat. Kita akan
menyaksikan mereka dalam setiap kisah para nabi. Kita akan melihat para
pembesar kaum, orang-orang kaya di antara mereka, dan orang-orang elit di
antara mereka yang menentang para nabi. Allah SWT menggambarkan mereka dalam
firman-Nya:
"Dan yang telah Kami
mewahkan mereka dalam kehidupan dunia. " (QS. al-Mukminun: 33)
Karena pengaruh kekayaan dan
kemewahan hidup, lahirlah keinginan untuk meneruskan kepentingan-kepentingan
khusus, dan dari pengaruh kekayaan dan kekuasaan, muncullah sikap sombong. Para
pembesar itu menoleh kepada kaumnya sambil bertanya-tanya: "Tidakkah nabi
ini manusia biasa seperti kita, ia memakan dari apa yang kita, makan, dan
meminum dari apa yang kita minum? Bahkan barangkali karena kemiskinannya, ia
sedikit, makan dari apa yang kita, makan dan ia minum, menggunakan gelas-gelas
yang kotor sementara kita minum dari gelas-gelas yang terbuat dari emas dan
perak., maka bagaimana ia mengaku berada dalam kebenaran dan kita dalam
kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka bagaimana kita menaati manusia biasa
seperti kita? Kemudian, mengapa Allah SWT memilih manusia di antara kita untuk
mendapatkan wahyu-Nya?"
Para pembesar kaum Nabi Hud
berkata: "Bukankah hal yang aneh ketika Allah SWT memilih manusia biasa di
antara kita untuk menerima wahyu dari-Nya?" Nabi Hud balik bertanya:
"Apa keanehan dalam hal itu? Sesungguhnya Allah SWT mencintai kalian dan
oleh karenanya Dia mengutus aku kepada kalian untuk mengingatkan kalian.
Sesungguhnya perahu Nuh dan kisah Nuh tidak jauh dari ingatan kalian. Janganlah
kalian melupakan apa yang telah terjadi. Orang-orang yang menentang Allah SWT
telah dihancurkan dan begitu juga orang-orang yang akan mengingkari-Nya pun
akan dihancurkan, sekuat apa pun mereka." Para pembesar kaum berkata:
"Siapakah yang dapat menghancurkan kami wahai Hud?" Nabi Hud
menjawab: "Allah SWT."
Orang-orang kafir dari kaum Nabi
Hud berkata: "Tuhan-tuhan kami akan menyelamatkan kami." Nabi Hud
memberitahu mereka, bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah ini dengan maksud
untuk mendekatkan mereka kepada Allah SWT pada hakikatnya justru menjauhkan
mereka dari-Nya. Ia menjelaskan kepada mereka bahwa hanya Allah SWT yang dapat
menyelamatkan manusia, sedangkan kekuatan lain di bumi tidak dapat mendatangkan
mudarat dan manfaat.
Pertarungan antara Nabi Hud dan
kaumnya semakin seru. Dan setiap kali pertarungan berlanjut dan hari berlalu,
kaum Nabi Hud meningkatkan kesombongan, pembangkangan, dan pendustaan kepada
nabi mereka. Mereka mulai menuduh Nabi Hud sebagai seorang idiot dan gila. Pada
suatu hari mereka berkata kepadanya: "Sekarang kami memahami rahasia
kegilaanmu. Sesungguhnya engkau menghina tuhan kami dan tuhan kami telah marah
kepadamu, dan karena kemarahannya engkau menjadi gila." Allah SWT
menceritakan apa yang mereka katakan dalam firman-Nya:
"Kaum 'Ad berkata: 'Hai Hud,
kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami
sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu,
dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan
melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.
" (QS. Hud: 53-54)
Sampai pada batas inilah
penyimpangan itu telah terjadi pada diri mereka, sampai pada batas bahwa mereka
menganggap, bahwa Nabi Hud telah mengigau karena salah satu tuhan mereka telah
murka kepadanya sehingga ia terkena sesuatu penyakit gila. Nabi Hud tidak
membiarkan anggapan mereka bahwa ia gila dan mengigau, naniun ia tidak bersikap
emosi tetapi ia menunjukkan sikap tegas ketika mereka mengatakan: "Dan
kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu,
dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. "
Setelah tantangan ini tiada lain
bagi Nabi Hud kecuali memberikan tantangan yang sama. Nabi Hud hanya pasrah
kepada Allah SWT. Nabi Hud hanya memberikan peringatan dan ancaman terhadap
orang-orang yang mendustakan dakwahnya. Nabi Hud berkata:
"Sesungguhnya aku jadikanAllah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu bahwa Sesungguhnya aku berlepasdiri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah
tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah karnu memberi tangguh kepadaku.
Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu
binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya
Tuhanku di atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku
telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk
menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang
lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya sedikit pun.
Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu. " (QS. Hud:
54-57)
Manusia akan merasa keheranan
terhadap perlawanan kepada kebenaran ini. Seorang lelaki menghadapi kaum yang
kasar dan keras kepala serta bodoh. Mereka menganggap bahwa berhala-berhala
dari batu dapat memberikan gangguan. Manusia sendiri rnampu menentang para
tiran dan melumpuhkan keyakinan mereka, serta berlepas diri dari mereka dan
dari tuhan mereka. Bahkan ia siap menentang mereka dan menghadapi segala
bentuk, makar mereka. Ia pun siap berperang dengan mereka dan bertawakal kepada
Allah SWT. Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha Benar. Dia-lah yang menguasai
setiap makhluk di muka bumi, baik berupa binatang, manusia, maupun makhluk
lain. Tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah SWT.
Dengan keimanan kepada Allah SWT
dan dengan kepercayaan pada janji-Nya serta merasa tenang dengan
pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru orang-orang kaflr dari kaumnya. Nabi Hud
melakukan yang demikian itu meskipun ia sendirian dan merasakan kelemahan
karena ia mendapatkan keamanan yang hakiki dari Allah SWT. Dalam
pembicaraannya, Nabi Hud menjelaskan kepada kaumnya bahwa ia melaksanakan
amanat dan menyampaikan agama. Jika mereka mengingkari dakwahnya, niscaya Allah
SWT akan mengganti mereka dengan kaum selain mereka. Yang demikian ini berarti
bahwa mereka sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi Hud menjelaskan kepada
mereka, bahwa ia berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. la bertawakal
kepada Allah SWT yang menciptakannya.
Ia mengetahui bahwa siksa akan turun
di antara para pengikutnya yang menentang. Beginilah hukum kehidupan di mana
Allah SWT menyiksa orang-orang kafir meskipun mereka sangat kuat atau sangat
kaya. Nabi Hud dan kaumnya menunggu janji Allah SWT. Kemudian terjadilah masa
kering di muka bumi di mana langit tidak lagi menurunkan hujan. Matahari
menyengat sangat kuat hingga laksana percikan-percikan api yang menimpa kepala
manusia.
Kaum Nabi Hud segera menuju
kepadanya dan bertanya: "Mengapa terjadi kekeringan ini wahai Hud?"
Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya Allah SWT murka kepada kalian. Jika kalian
beriman, maka Allah SWT akan rela terhadap kalian dan menurunkan hujan serta
menambah kekuatan kalian." Namun kaum Nabi Hud justru mengejeknya dan
malah semakin menentangnya., maka masa kekeringan semakin meningkat dan
menguningkan pohon-pohon yang hijau dan matilah tanaman-tanaman.
Lalu datanglah suatu hari di mana
terdapat awan besar yang menyelimuti langit. Kaum Nabi Hud begitu gembira dan
mereka keluar dari rumah mereka sambil berkata: "Hari ini kita akan
dituruni hujan." Tiba-tiba udara berubah yang tadinya sangat kering dan
panas kini menjadi sangat dingin. Angin mulai bertiup dengan kencang. Semua
benda menjadi bergoyang. Angin terus-menerus bertiup malam demi malam, dan hari
demi hari. Setiap saat rasa dingin bertambah.
Kaum Nabi Hud mulai berlari.
Mereka segera menuju ke tenda dan bersembunyi di dalamnya. Angin semakin
bertiup dengan kencang dan menghancurkan tenda. Angin menghancurkan pakaian dan
menghancurkan kulit. Setiap kali angin bertiup, ia menghancurkan dan membunuh
apa saja yang di depannya. Angin bertiup selama tujuh malam dan delapan hari
dengan mengancam kehidupan dunia. Kemudian angin berhenti dengan izin Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat
azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka:
'Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.' (Bukan)! Bahkan itulah
azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung
azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah
Tuhannya." (QS. al-Ahqaf: 24-25) "Yang Allah menimpakan angin itu
kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus;, maka kamu
lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul
pohon kurma yang telah kosong (lapuk). " (QS. al-Haqqah: 7)
Tiada yang tersisa dari kaum Nabi
Hud kecuali pohon-pohon kurma yang lapuk. Nabi Hud dan orang-orang yang beriman
kepadanya selamat sedangkan orang-orang yang menentangnya binasa.