Hijrah atau berkelana bisa jadi merupakan sarana paling efektif untuk menemukan
jati diri. Tak terkecuali Imam Syadzili. Orang yang lebih dikenal sebagai sufi
agung pendiri thariqah Syadziliyah ini juga menapaki masa hijrah dan berkelana.
Asal muasal beliau ingin mencari jalan
thariqah adalah ketika masuk negara Tunis sufi besar ini ingin bertemu dengan
para syekh yang ada di negeri itu. Di antara Syekh-syekh yang bisa membuat
hatinya mantap dan berkenan adalah Syekh Abi Said al-Baji. Keistimewaan syekh ini
adalah sebelum Abu al-Hasan berbicara mengutarakannya, dia telah mengetahui isi
hatinya. Akhirnya Abu al-Hasan mantap bahwa dia adalah seorang wali.
Selanjutnya dia berguru dan menimba ilmu darinya. Dari situ, mulailah Syekh Abu
al-Hasan menekuni ilmu thariqah.
Beliau pernah berguru pada Syeikh Ibnu Basyisy dan kemudian mendirikan tarekat yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di Mesir.
Beliau pernah berguru pada Syeikh Ibnu Basyisy dan kemudian mendirikan tarekat yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di Mesir.
Untuk menekuni tekad ini, beliau bertandang
ke berbagai negara, baik negara kawasan timur maupun negara kawasan barat. Setiap
derap langkahnya, hatinya selalu bertanya, “Di tempat mana aku bisa menjumpai
seorang syekh (mursyid)?”. Memang benar, seorang murid dalam langkahnya untuk
sampai dekat kepada Allah itu bagaikan kapal yang mengarungi lautan luas.
Apakah kapal tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa seorang nahkoda
(mursyid). Dan inilah yang dialami oleh syekh Abu al-Hasan.
Dalam pengembaraannya Imam Syadzili akhirnya
sampai di Iraq, yaitu kawasan orang-orang sufi dan orang-orang shalih. Di Iraq
beliau bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh yang
paling berkesan dalam hatinya dibandingkan dengan syekh di Iraq lainnya. Syekh
Abu al-Fath berkata kepada Syekh Abu al-Hasan, “Hai Abu al-Hasan engkau ini
mencari Wali Qutb di sini, padahal dia berada di negaramu? kembalilah, maka
kamu akan menemukannya”.
Akhirnya, beliau kembali lagi ke Maroko, dan
bertemu dengan Syekh al-Shiddiq al-Qutb al-Ghauts Abi Muhammad Abdussalam bin
Masyisy al-Syarif al-Hasani. Syekh tersebut tinggal di puncak gunung.
Sebelum menemuinya, beliau membersihkan badan
(mandi) di bawah gunung dan beliau datang laksana orang hina dina dan penuh
dosa. Sebelum beliau naik gunung ternyata Syekh Abdussalam telah turun
menemuinya dan berkata, “Selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul
Jabbar……”. Begitu sambutan syekh tersebut sembari menuturkan nasabnya sampai
Rasulullah SAW. Kemudia dia berkata, “Kamu datang kepadaku laksana orang yang
hina dina dan merasa tidak mempunyai amal baik, maka bersamaku kamu akan
memperoleh kekayaan dunia dan akhirat”.
Akhirnya beliau tinggal bersamanya untuk
beberapa hari, sampai hatinya mendapatkan pancaran ilahi. Selama bersama Syekh
Abdussalam, beliau melihat beberapa keramat yang dimilikinya. Pertemuan antara
Syekh Abdussalam dan Syekh Abu al-Hasan benar-benar merupakan pertemuan antara
mursyid dan murid, atau antara muwarrits dan waarits. Banyak sekali futuhat
ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu al-Hasan dari guru agung ini.
Di antara wasiat Syekh Abdussalam kepada
Syadzili adalah, “Pertajam penglihatan keimanan, maka kamu akan menemukan Allah
pada setiap sesuatu”.
Tentang nama Syadzili
==========================
Kalau dirunut nasab maupun tempat kelahiran syekh agung ini, tidak didapati sebuah nama yang memungkinkan ia dinamakan Syadzali. Dan memang, nama tersebut adalah nama yang dia peroleh dalam perjalanan ruhaniah.
Kalau dirunut nasab maupun tempat kelahiran syekh agung ini, tidak didapati sebuah nama yang memungkinkan ia dinamakan Syadzali. Dan memang, nama tersebut adalah nama yang dia peroleh dalam perjalanan ruhaniah.
Dalam hal ini Abul Hasan sendiri bercerita :
“Ketika saya duduk di hadapan Syekh, di dalam ruang kecil, di sampingku ada
anak kecil. Di dalam hatiku terbersit ingin tanya kepada Syekh tentang nama
Allah. Akan tetapi, anak kecil tadi mendatangiku dan tangannya memegang kerah
bajuku, lalu berkata, “Wahai, Abu al–Hasan, kamu ingin bertanya kepada Syekh
tentang nama Allah, padahal sesungguhnya kamu adalah nama yang kamu cari,
maksudnya nama Allah telah berada dalam hatimu. Akhirnya Syekh tersenyum dan
berkata, “Dia telah menjawab pertanyaanmu”.
Selanjutnya Syekh Abdussalam memerintahkan
Abu al-Hasan untuk pergi ke daerah Afriqiyyah tepatnya di daerah bernama
Syadzilah, karena Allah akan menyebutnya dengan nama Syadzili –padahal pada
waktu itu Abu al-Hasan belum di kenal dengan nama tersebut-.
Sebelum berangkat Abu al-Hasan meminta wasiat
kepada Syekh, kemudian dia berkata, “Ingatlah Allah, bersihkan lidah dan hatimu
dari segala yang mengotori nama Allah, jagalah anggota badanmu dari maksiat,
kerjakanlah amal wajib, maka kamu akan memperoleh derajat kewalian. Ingatlah
akan kewajibanmu terhadap Allah, maka kamu akan memperoleh derajat orang yang
wara’. Kemudian berdoalah kepada Allah dengan doa, “Allahumma arihnii min
dzikrihim wa minal ‘awaaridhi min qibalihim wanajjinii min syarrihim wa
aghninii bi khairika ‘an khairihim wa tawallanii bil khushuushiyyati min
bainihim innaka ‘alaa kulli syai’in qadiir”.
Selanjutnya sesuai petunjuk tersebut, Syekh
Abu al-Hasan berangkat ke daerah tersebut untuk mengetahui rahasia yang telah
dikatakan kepadanya. Dalam perjalanan ruhaniah kali ini dia banyak mendapat
cobaan sebagaimana cobaan yang telah dialami oleh para wali-wali pilihan. Akan
tetapi dengan cobaan tersebut justru semakin menambah tingkat keimanannya dan
hatinya semakin jernih.
Sesampainya di Syadzilah, yaitu daerah dekat
Tunis, dia bersama kawan-kawan dan muridnya menuju gua yang berada di Gunung
Za’faran untuk munajat dan beribadah kepada Allah SWT. Selama beribadah di
tempat tersebut salah satu muridnya mengetahui bahwa Syekh Abu al-Hasan banyak
memiliki keramat dan tingkat ibadahnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi.
Pada akhir munajat-nya ada bisikan suara ,
“Wahai Abu al-Hasan turunlah dan bergaul-lah bersama orang-orang, maka mereka
akan dapat mengambil manfaat darimu, kemudian beliau berkata: “Ya Allah,
mengapa Engkau perintahkan aku untuk bergaul bersama mereka, saya tidak mampu”
kemudian dijawab: “Sudahlah, turun Insya Allah kamu akan selamat dan kamu tidak
akan mendapat celaan dari mereka” kemudian beliau berkata lagi: “Kalau aku
bersama mereka, apakah aku nanti makan dari dirham mereka? Suara itu kembali
menjawab : “Bekerjalah, Aku Maha Kaya, kamu akan memperoleh rizik dari usahamu
juga dari rizki yang Aku berikan secara gaib.
Dalam dialog ilahiyah ini, dia bertanya
kepada Allah, kenapa dia dinamakan syadzili padahal dia bukan berasal dari
syadzilah, kemudian Allah menjawab: “Aku tidak mnyebutmu dengan syadzili akan
tetapi kamu adalah syadzdzuli, artinya orang yang mengasingkan untuk
ber-khidmat dan mencintaiku”.
Imam Syadzali menyebarkan Tariqah
Syadzaliyyah
========================================
Dialog ilahiyah yang sarat makna dan misi ini membuatnya semakin mantap menapaki dunia tasawuf. Tugas selanjutnya adalah bergaul bersama masyarakat, berbaur dengan kehidupan mereka, membimbing dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam dan ketenangan hidup. Dan Tunis adalah tempat yang dituju wali agung ini.
Di Tunis Abul Hasan tinggal di Masjid al-Bilath. Di sekitar tempat tersebut banyak para ulama dan para sufi. Di antara mereka adalah karibnya yang bernama al-Jalil Sayyidi Abu al-Azaim, Syekh Abu al-Hasan al-Shaqli dan Abu Abdillah al-Shabuni.
Popularitas Syekh Abu al-Hasan semerbak harum di mana-mana. Aromanya sampai terdengar di telinga Qadhi al-Jama’ah Abu al-Qasim bin Barra’. Namun aroma ini perlahan membuatnya sesak dan gerah. Rasa iri dan hasud muncul di dalam hatinya. Dia berusaha memadamkan popularitas sufi agung ini. Dia melaporkan kepada Sultan Abi Zakaria, dengan tuduhan bahwa dia berasal dari golongan Fathimi.
Sultan meresponnya dengan mengadakan pertemuan dan menghadirkan Syekh Abu al-Hasan dan Qadhi Abul Qosim. Hadir di situ juga para pakar fiqh. Pertemuan tersebut untuk menguji seberapa kemampuan Syekh Abu al-Hasan.
Banyak pertanyaan yang dilontarkan demi menjatuhkan dan mempermalukan Abul Hasan di depan umum. Namun, sebagaimana kata-kata mutiara Imam Syafi’I, dalam ujian, orang akan terhina atau bertambah mulia. Dan nyatanya bukan kehinaan yang menimpa wali besar. Kemuliaan, keharuman nama justru semakin semerbak memenuhi berbagai lapisan masyarakat.
Dialog ilahiyah yang sarat makna dan misi ini membuatnya semakin mantap menapaki dunia tasawuf. Tugas selanjutnya adalah bergaul bersama masyarakat, berbaur dengan kehidupan mereka, membimbing dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam dan ketenangan hidup. Dan Tunis adalah tempat yang dituju wali agung ini.
Di Tunis Abul Hasan tinggal di Masjid al-Bilath. Di sekitar tempat tersebut banyak para ulama dan para sufi. Di antara mereka adalah karibnya yang bernama al-Jalil Sayyidi Abu al-Azaim, Syekh Abu al-Hasan al-Shaqli dan Abu Abdillah al-Shabuni.
Popularitas Syekh Abu al-Hasan semerbak harum di mana-mana. Aromanya sampai terdengar di telinga Qadhi al-Jama’ah Abu al-Qasim bin Barra’. Namun aroma ini perlahan membuatnya sesak dan gerah. Rasa iri dan hasud muncul di dalam hatinya. Dia berusaha memadamkan popularitas sufi agung ini. Dia melaporkan kepada Sultan Abi Zakaria, dengan tuduhan bahwa dia berasal dari golongan Fathimi.
Sultan meresponnya dengan mengadakan pertemuan dan menghadirkan Syekh Abu al-Hasan dan Qadhi Abul Qosim. Hadir di situ juga para pakar fiqh. Pertemuan tersebut untuk menguji seberapa kemampuan Syekh Abu al-Hasan.
Banyak pertanyaan yang dilontarkan demi menjatuhkan dan mempermalukan Abul Hasan di depan umum. Namun, sebagaimana kata-kata mutiara Imam Syafi’I, dalam ujian, orang akan terhina atau bertambah mulia. Dan nyatanya bukan kehinaan yang menimpa wali besar. Kemuliaan, keharuman nama justru semakin semerbak memenuhi berbagai lapisan masyarakat.
Qadhi Abul Qosim menjadi tersentak dan
tertunduk malu. Bukan hanya karena jawaban-jawaban as-Syadzili yang tepat dan
bisa menepis semua tuduhan, tapi pengakuan Sultan bahwa Syekh Abu al-Hasan
adalah termasuk pemuka para wali. Rasa iri dan dengki si Qadhi terhadap Syekh
Abu al-Hasan semakin bertambah, kemudian dia berusaha membujuk Sultan dan
berkata: “Jika tuan membiarkan dia, maka penduduk Tunis akan menurunkanmu dari
singgasana”.
Ada pengakuan kebenaran dalam hati, ada juga kekhawatiran akan lengser dari singgasana. Sultan demi mementingkan urusan pribadi, menyuruh para ulama’ fikih untuk keluar dari balairung dan menahan Syekh Abu al-Hasan untuk dipenjara dalam istana.
Ada pengakuan kebenaran dalam hati, ada juga kekhawatiran akan lengser dari singgasana. Sultan demi mementingkan urusan pribadi, menyuruh para ulama’ fikih untuk keluar dari balairung dan menahan Syekh Abu al-Hasan untuk dipenjara dalam istana.
Kabar penahanan Syekh Abul Hasan mendorong
salah seorang sahabatnya untuk menjenguknya. Dengan penuh rasa prihatin si
karib berkata, “Orang-orang membicarakanmu bahwa kamu telah melakukan ini dan
itu”. Sahabat tadi menangis di depan Syekh Abu al-Hasan lalu dengan percaya
diri dan kemantapan yang tinggi, Syekh tersenyum manis dan berkata, “Demi
Allah, andaikata aku tidak menggunakan adab syara’ maka aku akan keluar dari
sini –seraya mengisyaratkan dengan jarinya-. Setiap jarinya mengisyaratkan ke
dinding maka dinding tersebut langsung terbelah, kemudian Syekh berkata
kepadaku: “Ambilkan aku satu teko air, sajadah dan sampaikan salamku kepada
kawan-kawan. Katakan kepada mereka bahwa hanya sehari saja kita tidak bertemu
dan ketika shalat maghrib nanti kita akan bertemu lagi”.
Al-Syeikh as-Syadzali tiba di Mesir
====================================
Tunis, kendatipun bisa dikatakan cikal bakal as-Syadzili menancapkan thariqah Syadziliyah namun itu bukan persinggahan terakhirnya. Dari Tunis, Syekh Abu al-Hasan menuju negara kawasan timur yaitu Iskandariah. Di sana dia bertemu dengan Syekh Abi al-Abbas al-Mursi. Pertemuan dua Syekh tadi memang benar-benar mencerminkan antara seorang mursyid dan murid.
Adapun sebab mengapa Syekh pindah ke Mesir, beliau sendiri mengatakan, “Aku bermimpi bertemu baginda Nabi, beliau bersabda padaku : “Hai Ali… pergilah ke Mesir untuk mendidik 40 orang yang benar-benar takut kepadaku”.
Di Iskandariah beliau menikah lalu dikarunia lima anak, tiga laki-laki, dan dua perempuan. Semasa di Mesir beliau sangat membawa banyak berkah. Di sana banyak ulama yang mengambil ilmu dari Syekh agung ini. Di antara mereka adalah hakim tenar Izzuddin bin Abdus-Salam, Ibnu Daqiq al-Iid , Al-hafidz al-Mundziri, Ibnu al-Hajib, Ibnu Sholah, Ibnu Usfur, dan yang lain-lain di Madrasah al-Kamiliyyah yang terletak di jalan Al-muiz li Dinillah.
Tunis, kendatipun bisa dikatakan cikal bakal as-Syadzili menancapkan thariqah Syadziliyah namun itu bukan persinggahan terakhirnya. Dari Tunis, Syekh Abu al-Hasan menuju negara kawasan timur yaitu Iskandariah. Di sana dia bertemu dengan Syekh Abi al-Abbas al-Mursi. Pertemuan dua Syekh tadi memang benar-benar mencerminkan antara seorang mursyid dan murid.
Adapun sebab mengapa Syekh pindah ke Mesir, beliau sendiri mengatakan, “Aku bermimpi bertemu baginda Nabi, beliau bersabda padaku : “Hai Ali… pergilah ke Mesir untuk mendidik 40 orang yang benar-benar takut kepadaku”.
Di Iskandariah beliau menikah lalu dikarunia lima anak, tiga laki-laki, dan dua perempuan. Semasa di Mesir beliau sangat membawa banyak berkah. Di sana banyak ulama yang mengambil ilmu dari Syekh agung ini. Di antara mereka adalah hakim tenar Izzuddin bin Abdus-Salam, Ibnu Daqiq al-Iid , Al-hafidz al-Mundziri, Ibnu al-Hajib, Ibnu Sholah, Ibnu Usfur, dan yang lain-lain di Madrasah al-Kamiliyyah yang terletak di jalan Al-muiz li Dinillah.
Diantara Karamah Imam Syadzali
=======================
Pada suatu ketika, Sultan Abi Zakaria dikejutkan dengan berita bahwa budak perempuan yang paling disenangi dan paling dibanggakan terserang penyakit langsung meninggal. Ketika mereka sedang sibuk memandikan budak itu untuk kemudian dishalati, mereka lupa bara api yang masih menyala di dalam gedung. Tanpa ampun bara api tadi melalap pakaian, perhiasan, harta kekayaan, karpet dan kekayaan lainnya yang tidak bisa terhitung nilainya.
Sembari merenung dan mengevaluasi kesalahan masa lalu, Sultan yang pernah menahan Syekh Syadzili karena hasudan qadhi Abul Qosim tersadar bahwa kejadian-kejadian ini karena sikap dia terhadap Syekh Abu al-Hasan. Dan demi melepaskan ‘kutukan’ ini saudara Sultan yang termasuk pengikut Syekh Abu al-Hasan meminta maaf kepada Syekh, atas perlakuan Sultan kepadanya. Cerita yang sama juga dialami Ibnu al-Barra. Ketika mati ia juga banyak mengalami cobaan baik harta maupun agamanya.
Di antara karomahnya adalah, Abul Hasan berkata, “Ketika dalam suatu perjalanan aku berkata, “Wahai Tuhanku, kapankah aku bisa menjadi hamba yang banyak bersyukur kepada-Mu?, kemudian beliau mendengar suara , “Yaitu apabila kamu berpendapat tidak ada orang yang diberi nikmat oleh Allah kecuali hanya dirimu. Karena belum tahu maksud ungkapan itu aku bertanya, “Wahai Tuhanku, bagaimana saya bisa berpendapat seperti itu, padahal Engkau telah memberikan nikmat-Mu kepada para Nabi, ulama’ dan para penguasa.
Suara itu berkata kepadaku, “Andaikata tidak ada para Nabi, maka kamu tidak akan mendapat petunjuk, andaikata tidak ada para ulama’, maka kamu tidak akan menjadi orang yang taat dan andaikata tidak ada para penguasa, maka kamu tidak akan memperoleh keamanan. Ketahuilah, semua itu nikmat yang Aku berikan untukmu”.
Di antara karomah sudi agung ini adalah, ketika sebagian para pakar fiqh menentang Hizib Bahr, Syekh Syadzili berkata, “Demi Allah, saya mengambil hizib tersebut langsung dari Rasulullah saw harfan bi harfin (setiap huruf)”.
Di antara karomah Syekh Syadzili adalah, pada suatu ketika dalam satu majlis beliau menerangkan bab zuhud. Beliau waktu itu memakai pakaian yang bagus. Ketika itu ada seorang miskin ikut dalam majlis tersebut dengan memakai pakaian yang jelek. Dalam hati si miskin berkata, “Bagaimana seorang Syekh menerangkan bab zuhud sedangkan dia memakai pakaian seperti ini?, sebenarnya sayalah orang yang zuhud di dunia”.
Tiba-tiba Syekh berpaling ke arah si miskin dan berkata, “Pakaian kamu ini adalah pakaian untuk menarik simpatik orang lain. Dengan pakaianmu itu orang akan memanggilmu dengan panggilan orang miskin dan menaruh iba padamu. Sebaliknya pakaianku ini akan disebut orang lain dengan pakaian orang kaya dan terjaga dari meminta-minta”.
Sadar akan kekhilafannya, si miskin tadi beranjak berlari menuju Syekh Syadzili seraya berkata, “Demi Allah, saya mengatakan tadi hanya dalam hatiku saja dan saya bertaubat kepada Allah, ampuni saya Syekh”. Rupanya hati Syekh terharu dan memberikan pakaian yang bagus kepada si miskin itu dan menunjukkannya ke seorang guru yang bernama Ibnu ad Dahan. Kemudian syekh berkata, “Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya kepadamu melalui hati orang-orang pilihan. Dan semoga hidupmu berkah dan mendapatkan khusnul khatimah”.
=======================
Pada suatu ketika, Sultan Abi Zakaria dikejutkan dengan berita bahwa budak perempuan yang paling disenangi dan paling dibanggakan terserang penyakit langsung meninggal. Ketika mereka sedang sibuk memandikan budak itu untuk kemudian dishalati, mereka lupa bara api yang masih menyala di dalam gedung. Tanpa ampun bara api tadi melalap pakaian, perhiasan, harta kekayaan, karpet dan kekayaan lainnya yang tidak bisa terhitung nilainya.
Sembari merenung dan mengevaluasi kesalahan masa lalu, Sultan yang pernah menahan Syekh Syadzili karena hasudan qadhi Abul Qosim tersadar bahwa kejadian-kejadian ini karena sikap dia terhadap Syekh Abu al-Hasan. Dan demi melepaskan ‘kutukan’ ini saudara Sultan yang termasuk pengikut Syekh Abu al-Hasan meminta maaf kepada Syekh, atas perlakuan Sultan kepadanya. Cerita yang sama juga dialami Ibnu al-Barra. Ketika mati ia juga banyak mengalami cobaan baik harta maupun agamanya.
Di antara karomahnya adalah, Abul Hasan berkata, “Ketika dalam suatu perjalanan aku berkata, “Wahai Tuhanku, kapankah aku bisa menjadi hamba yang banyak bersyukur kepada-Mu?, kemudian beliau mendengar suara , “Yaitu apabila kamu berpendapat tidak ada orang yang diberi nikmat oleh Allah kecuali hanya dirimu. Karena belum tahu maksud ungkapan itu aku bertanya, “Wahai Tuhanku, bagaimana saya bisa berpendapat seperti itu, padahal Engkau telah memberikan nikmat-Mu kepada para Nabi, ulama’ dan para penguasa.
Suara itu berkata kepadaku, “Andaikata tidak ada para Nabi, maka kamu tidak akan mendapat petunjuk, andaikata tidak ada para ulama’, maka kamu tidak akan menjadi orang yang taat dan andaikata tidak ada para penguasa, maka kamu tidak akan memperoleh keamanan. Ketahuilah, semua itu nikmat yang Aku berikan untukmu”.
Di antara karomah sudi agung ini adalah, ketika sebagian para pakar fiqh menentang Hizib Bahr, Syekh Syadzili berkata, “Demi Allah, saya mengambil hizib tersebut langsung dari Rasulullah saw harfan bi harfin (setiap huruf)”.
Di antara karomah Syekh Syadzili adalah, pada suatu ketika dalam satu majlis beliau menerangkan bab zuhud. Beliau waktu itu memakai pakaian yang bagus. Ketika itu ada seorang miskin ikut dalam majlis tersebut dengan memakai pakaian yang jelek. Dalam hati si miskin berkata, “Bagaimana seorang Syekh menerangkan bab zuhud sedangkan dia memakai pakaian seperti ini?, sebenarnya sayalah orang yang zuhud di dunia”.
Tiba-tiba Syekh berpaling ke arah si miskin dan berkata, “Pakaian kamu ini adalah pakaian untuk menarik simpatik orang lain. Dengan pakaianmu itu orang akan memanggilmu dengan panggilan orang miskin dan menaruh iba padamu. Sebaliknya pakaianku ini akan disebut orang lain dengan pakaian orang kaya dan terjaga dari meminta-minta”.
Sadar akan kekhilafannya, si miskin tadi beranjak berlari menuju Syekh Syadzili seraya berkata, “Demi Allah, saya mengatakan tadi hanya dalam hatiku saja dan saya bertaubat kepada Allah, ampuni saya Syekh”. Rupanya hati Syekh terharu dan memberikan pakaian yang bagus kepada si miskin itu dan menunjukkannya ke seorang guru yang bernama Ibnu ad Dahan. Kemudian syekh berkata, “Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya kepadamu melalui hati orang-orang pilihan. Dan semoga hidupmu berkah dan mendapatkan khusnul khatimah”.
Imam Syadzali dan keilmuan
===========================
Di kota kelahirannya itu Syadzili pertama kali menghafal Alquran dan menerima pelajaran ilmi-ilmu agama, termasuk mempelajari fikih madzhab Imam Malik. Beliau berhasil memperoleh ilmu yang bersumber pada Alquran dan Sunnah demikian juga ilmu yang bersumber dari akal yang jernih. Berkat ilmu yang dimilikinya, banyak para ulama yang berguru kepadanya. Sebagian mereka ada yang ingin menguji kepandaian Syekh Abu al-Hasan. Setelah diadakan dialog ilmiah akhirnya mereka mengakui bahwa beliau mempunyai ilmu yang luas, sehingga untuk menguras ilmunya seakan-akan merupakan hal yang cukup susah. Memang sebelum beliau menjalani ilmu thariqah, ia telah membekali dirinya dengan ilmu syariat yang memadahi.
Di kota kelahirannya itu Syadzili pertama kali menghafal Alquran dan menerima pelajaran ilmi-ilmu agama, termasuk mempelajari fikih madzhab Imam Malik. Beliau berhasil memperoleh ilmu yang bersumber pada Alquran dan Sunnah demikian juga ilmu yang bersumber dari akal yang jernih. Berkat ilmu yang dimilikinya, banyak para ulama yang berguru kepadanya. Sebagian mereka ada yang ingin menguji kepandaian Syekh Abu al-Hasan. Setelah diadakan dialog ilmiah akhirnya mereka mengakui bahwa beliau mempunyai ilmu yang luas, sehingga untuk menguras ilmunya seakan-akan merupakan hal yang cukup susah. Memang sebelum beliau menjalani ilmu thariqah, ia telah membekali dirinya dengan ilmu syariat yang memadahi.
Sayyidina Syeikh Abul Hasan Ali bin Abdullah
bin Abdul Jabbar Asy Syadzili Al Maghribi Al-Hasani Al Idrisi lahir di
Ghamarah, desa dekat Sabtah, Maroko, Afrika Utara pada tahun 591 H / 1195 M.
Sebutan Asy Syadzili itu sendiri, menurut sebagian ulama adalah daerah tempat
dimana beliau banyak menimba ilmu saat mudanya.
Beliau secara nasab bersambung hingga Rasulullah SAW melalui puterinya Sayyidatuna Fatimah Az-Zahrah. Keistimewaan nasab ini tampak dalam budi pekerti beliau yang indah lagi terpuji dan mengagumkan banyak orang, sehingga mereka banyak mengambil pelajaran dan hikmah dari beliau.
Pada masa kecilnya, beliau sudah dibekali oleh orang tuanya dasar-dasar ajaran agama, kemudian berguru kepada ulama dan sufi besar pada masa itu, yakni Syeikh Abdul Salam bin Masyisyi. Dari gurunya ini pula, kemudian beliau dikirim kepada ulama besar yang tinggal di Syazilia, Tunisia.
Keberangkatan beliau ke Syazilia ini merupakan awal dari pengembaraan sufistiknya. Hingga setelah mendapatkan banyak ilmu dari gurunya di Syazilia, beliau ditugaskan gurunya untuk mengembangkan ilmunya di Iskandaria, Mesir.
Sebelum pindah untuk berguru ke Syazilia, nama Syekh Abul hasan Asy Syazili sudah demikian harumnya; karena itu berita kedatangan beliau telah mengundang perhatian masyarakat, sehingga mereka menantikan kedatangan beliau. Demi mendengar hal itu, maka dengan ditemani oleh Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Salamah, beliau memilih jalur lain dab mengasingkan diri di Pegunungan Zagwan untuk bisa berhubungan secara sembunyi-sembunyi dengan gurunya di Syazilia.
Begitulah setelah lama berkhalwat di Zagwan; pada akhirnya beliau diperintahkan gurunya agar turun gunung dan berdakwah di masyarakat. Sudah barang tentu masyarakat yang ingin melihat dan berguru kepadanya datang berduyun-duyun, bahkan diantara mereka banyak para pejabat Negara yang hadir. Setelah itu beliau diutus gurunya ke Iskandaria. Dan rupanya kota ini menjadi akhir dari pengembaraan beliau, sebab disitu pula; setelah lama membimbing masyarakat, beliau akhirnya wafat dan dimakamkan disana.
Selama berada di Tunisia, beliau bersahabat dan banyak berdiskusi dengan para Ulama dan kaum Sufi besar disana. Di antara mereka terdapat :
Beliau secara nasab bersambung hingga Rasulullah SAW melalui puterinya Sayyidatuna Fatimah Az-Zahrah. Keistimewaan nasab ini tampak dalam budi pekerti beliau yang indah lagi terpuji dan mengagumkan banyak orang, sehingga mereka banyak mengambil pelajaran dan hikmah dari beliau.
Pada masa kecilnya, beliau sudah dibekali oleh orang tuanya dasar-dasar ajaran agama, kemudian berguru kepada ulama dan sufi besar pada masa itu, yakni Syeikh Abdul Salam bin Masyisyi. Dari gurunya ini pula, kemudian beliau dikirim kepada ulama besar yang tinggal di Syazilia, Tunisia.
Keberangkatan beliau ke Syazilia ini merupakan awal dari pengembaraan sufistiknya. Hingga setelah mendapatkan banyak ilmu dari gurunya di Syazilia, beliau ditugaskan gurunya untuk mengembangkan ilmunya di Iskandaria, Mesir.
Sebelum pindah untuk berguru ke Syazilia, nama Syekh Abul hasan Asy Syazili sudah demikian harumnya; karena itu berita kedatangan beliau telah mengundang perhatian masyarakat, sehingga mereka menantikan kedatangan beliau. Demi mendengar hal itu, maka dengan ditemani oleh Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Salamah, beliau memilih jalur lain dab mengasingkan diri di Pegunungan Zagwan untuk bisa berhubungan secara sembunyi-sembunyi dengan gurunya di Syazilia.
Begitulah setelah lama berkhalwat di Zagwan; pada akhirnya beliau diperintahkan gurunya agar turun gunung dan berdakwah di masyarakat. Sudah barang tentu masyarakat yang ingin melihat dan berguru kepadanya datang berduyun-duyun, bahkan diantara mereka banyak para pejabat Negara yang hadir. Setelah itu beliau diutus gurunya ke Iskandaria. Dan rupanya kota ini menjadi akhir dari pengembaraan beliau, sebab disitu pula; setelah lama membimbing masyarakat, beliau akhirnya wafat dan dimakamkan disana.
Selama berada di Tunisia, beliau bersahabat dan banyak berdiskusi dengan para Ulama dan kaum Sufi besar disana. Di antara mereka terdapat :
• Syekh Abul Hasan Ali bin Makhluf As Syazili
• Abu Abdullah Al Shabuni
• Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Paituni
• Abu Abdillah Al Binai Al Hayah
• Abu Abdillah Al-Jarihi
• Abu Abdullah Al Shabuni
• Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Paituni
• Abu Abdillah Al Binai Al Hayah
• Abu Abdillah Al-Jarihi
Sedangkan diantara murud-murid beliau di
Tunisia, dimana sebagian mereka adalah para Ulama kenamaan’ yaitu :
• Izzudin bin Abdul Salam
• Taqiyudin bin Daqiqi’id
• Abul Adhim Al-Munziri
• Ibnu Shaleh
• Ibnu Hajib
• Jamaluddin Usfur
• Nabiuddin bin Auf
• Muhyiddin bin Suraqah
• Ibnu Yasin
• Taqiyudin bin Daqiqi’id
• Abul Adhim Al-Munziri
• Ibnu Shaleh
• Ibnu Hajib
• Jamaluddin Usfur
• Nabiuddin bin Auf
• Muhyiddin bin Suraqah
• Ibnu Yasin
Diantara kemuliaan beliau, sebagaimana
kesaksian sahabat seperjalanannya, bahwa diutusnya Syekh Abul Hasan Ali As
Syazili oleh gurunya agar berangkat menuju Iskandaria, karena di kota itu telah
menunggu 40 Waliyullah untuk meneruskan pelajaran kepada beliau.
Dasar-dasar Pemikiran Syekh Abul Hasan Ali
Asy Syadzili
• Seseorang yang ingin mendalami ajaran tasawuf, maka terlebih dahulu harus mendalami dan memahami ajaran Syari’ah.
• Beliau mengajarkan ajaran Tasawuf kepada murid-muridnya dengan menggunakan 7 kitab; yaitu :
• Seseorang yang ingin mendalami ajaran tasawuf, maka terlebih dahulu harus mendalami dan memahami ajaran Syari’ah.
• Beliau mengajarkan ajaran Tasawuf kepada murid-muridnya dengan menggunakan 7 kitab; yaitu :
1. Khatam Al Auliyah karya Al
Hakim At Tirmidzi ( menguraikan tentang masalah kewalian dan Kenabian )
2. Al Mawaqif wa Al Mukhatabah
karya Syekh Muhammad bin Abdul Jabbar An Nifari ( menguraikan tentang
kerinduan Tokoh sufi kepada Allah swt )
3. Qulub karya Abu Tholib Al Makki (
menguraikan pandangan tokoh sufi yang menjelaskan Syari’at dan hakikat bersatu
)
4. Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid
Muhammad Al Ghazali ( Paduan antara Syari’at dan Tasawuf )
5. Al Syifa’ karya Qadhi Iyadh ( dipergunakan
untuk mengambil sumber Syarah-syarah dengan melihat tasawuf dari sudut pandang
Ahli Fiqih )
6. Ar Risalah Qusyairiyah karya Imam Qusyairi
( dipergunakan beliau untuk permulaan dalam pengajaran Tasawuf )
7. Ar Muhararul Wajiz dan Al Hikam karya Ibnu
Aththa’illah ( melengkapi pengetahuan dalam pengajian )
Abul Hasan Asy-Syazili adalah seorang tokoh
sufi yang sudah termasyhur. Hizb An-Nashr yang merupakan kumpulan doa-doa untuk
meraih kemenangan dalam menghadapi musuh-musuh Islam sering dibaca dalam
kumpulan wirid-wirid Dalil Al-Khairat. Karangannya As-Sirrul Jalil fi
KhawashHasbunnal wa Nimal Wakil (rahasia yang agung dalam keistimewaan
Hasbiyallahu wa nimal wakil) telahmenampilkan suatu alam yang khas kaum sufi.
Alam yang tidak dapat dijamah lewat pendekatan logika.Sebab perangkat-perangkat yang digunakan adalah
suatu yang lain dari rasio. Dari itu pula maka tidak berlebihan apabila
dikatakan bahwa menilai dan menghukum alam ini dengan rasio adalah suatu kesia-siaan.Sekalipun
demikian jauh keterlibatan dan peran Abul Hasan dan tokoh-tokoh sufi seperti
Ibrahim binAdham, Al-Junaid Al-Baghdadi, Ibn Atha As-Sakandari, Al-Qusyairi
dalam alam rohani yang khas ini, tapipatut diakui bahwa mereka tidak pernah
melampaui tapal batas syariat. Justru alam kerohanian yang mereka bangun
berdiri kokoh di atas garis-garis syariat yang jelas dan terang. Tidak
seperti beberapa tokoh lain atau pengaku-pengaku diri mereka sebagai waliyullah
yang memutuskan dari praktikritual mereka. Ketika seorang laki-laki menyebutkan
di depan Al-Junaid Al-Baghdadi tentang marifat Allah Taala dan ia mengatakan
bahwa ahli adalah orang-orang yang sampai ke tingkat
meninggalkan segala amal perbuatan sebagai
suatu sikap kebajikan dan pendekatan diri kepada Allah Taala, Al-Junaid yang
bermazhab Abu Tsaur dalam fiqhnya dengan tegas membantah, Itu perkataan
sekelompok orang yang tidak mementingkan amal perbuatan. Menurutku itu
merupakan suatu dosa besar. Orang yang mencuri dan berzina lebih baik kondisinya
dari pada orang yang berkata demikian. Ahli marifat adalah orang-orang
yang menunaikan amal-amal yang diperintahkan oleh Allah Taala sebagaimana yang
dituntut oleh Allah kepadanya. Andai kata aku dapat hidup seribu tahun,maka
sungguh aku tidak akan pernah meninggalkan amal kebaikan walaupun yang sebutir
debu kecuali ada hal yang merintangiku untuk itu. Al-Junaid juga mengatakan,
yang tidak menghafal Al-Quran dan mencatat hadits tidak dapat diikuti dalam
persoalan ini (tasauf), karena ilmu pengetahuan kami terikat dengan Al-dan
Sunnah. (Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah) Tidak hanya itu, mereka juga tokoh-tokoh
yang peka dan berinteraksi secara dinamis dengan kondisiumat. Ramuan-ramuan
kerohanian syariy jika tepat disebut demikian yang mereka sodorkan, padatingkat
pertama justru terarah pada perbaikan kondisi kehidupan zaman mereka hidup.
As-Sirrul Jalilkarangan Abul Hasan secara serta merta menampilkan zaman di mana
umat Islam menghadapi kondisiyang kritis; berbagai bahaya datang menggerogoti
tubuh umat baik dari luar (Eropa salibis dan Tatar) maupun dari dalam (
perebutan kekuasaan dan kesewenang-wenangan penguasa). Abul Hasan
datangmenawarkan konsep perbaikannya yang khas. Suatu konsep yang ditarik dari
kedalaman alam di mana iahidup secara konkrit. Dan bukankah Allah Taala akan
mengganjari amal baik hamba-Nya atas dasar niatdan maksud baiknya?! Sekalipun
dengan konsep dan methode yang berbeda satu sama lain.Sebaris dua baris
mengenai riwayat hidup Sayyidi Abul Hasan Asy-Syazili, pendiri thariqah
Asy-Syaziliyyah, agaknya cukup untuk sekadar mewakili suatu ungkapan
penghormatan dan penghargaankepada tokoh ini, yang telah berpihak kepada
kemaslahatan umat di dunia dan akhirat.Nama lengkapnya: Ali bin Abdullah bin Abdul
Jabbar. Garis keturunannya bersambung sampai kepadaAl-Hasan putra Amirul
Muminin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah Az- binti Rasulullah saw..Abul Hasan
dilahirkan pada 593 Hijriyah di Maghrib (Maroko), di kota Ghamarah, tidak jauh
dari Sabtah(Ceuta). Di kota itulah Abul Hasan mulai menimba berbagai ilmu
pengetahuan agama sampai ia benar-benar menguasainya. Namun betapa pun dalam
dan mapan penguasaan seseorang terhadap ilmu-ilmu lahiriyah semacam Fiqh, Nahwu
dan Sharaf, ternyata itu masih belum dapat membawa jiwa menyelam ke alam
kerohanian yang tinggi. Abul Hasan memendam suatu hasrat yang amat kuat
untukmendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala serta ingin menerangi
kalbunya dengan NurMarifah (cahaya marifat Allah Taala). Ia lantas mengambil
keputusan untuk merantau ke Irak yangpada waktu itu merupakan kota tujuan
setiap penuntut ilmu dunia dan agama. Karena Irak, di sampingtempat para
ahli-ahli ilmu dunia, juga merupakan pusat tokoh-tokoh terkemuka dalam
bidang fiqh,hadits dan tasauf. Ketika ia sampai di Baghdad, banyak
waliyullah yang dijumpainya. Tokoh yang paling terkemuka pada waktu itu menurut
Abul Hasan, adalah Abul Fath Al-Wasithi. Di Baghdad, Abul Hasan rahimahullah
berusaha mencari tahu siapa gerangan quthb di Baghdad. Sampai pada suatu ketika
seorang waliyullah mengatakan kepadanya, Abul Hasan, Anda mencari quthb di Irak
sementara quthb yang Anda cariitu justru berada di negeri Anda sendiri.
Kembalilah ke sana, tentu Anda akan menjumpainya Abul Hasan lalu kembali ke
kota kelahirannya, Ghamarah, dengan penuh harapan semoga orang yang dicarinya
selama ini dapat ia temui. Dan ternyata kepulangannya ke Ghamarah beroleh
hasil, di sana ia bertemu dengan Al-Quthb Al-Akbar Abdussalam bin Masyisy, imam
penduduk Maghrib sebagaimanaAsy-Syafii imam pendudukMesir.Ibnu Masyisy beribadah di satu gua di puncak
sebuah bukit di Ghamarah. Semenjak itu Abul Hasansering mendatangi dan berguru
kepadanya. Salah satu ajaran yang diterima Abul Hasan dari gurunya ituberbunyi,
Arahkan penglihatan iman, niscaya engkau akan mendapati Allah pada segala sesuatu.Ibnu Masyisy telah meramalkan tentang
peristiwa-peristiwa besar yang akan dilalui oleh Abul Hasandalam hidupnya, dan
karena itu ia menganjurkannya untuk pindah ke Afrika (sebutan untuk Tunisia
pada zaman itu). Dalam Durratul Asrar diterangkan bahwa Ibnu Masyisy memang
menentukan kota Syazilahdi Afrika, bukan yang lain, sebagai tempat yang akan
dituju oleh muridnya ini. Allah Azza wa Jallamenamakanmu Asy- Syazili, demikian
kata Ibnu Masyisy kepada Abul Hasan. Setibanya di Syazilah, ialangsung
meneruskan perjalanannya ke Jabal Zaghwan, dan menundukkan dirinya semata-mata
kepadaAllah Taala lewat beribadah, shalat, puasa, tilawah dan tasbih. Meskipun
demikian Syeikh Abul Hasantidak menyembunyikan diri (mahjub) dari orang-orang
yang ingin menjumpainya, ia selalu menyambutdengan baik setiap pecinta marifah,
yang memang benar-benar serius dalam menuntutnya. Di dalamgua di gunung itulah,
ia berkhalwah sampai dengan hatinya benar-benar kosong dari pada selain Allah,
jiwanya suci dari segala
keburukan, dan kebaikan telah terpatri dalam dirinya. Baru setelah itu,
iakembali bergabung dalam masyarakat untuk memberi petunjuk dan bimbingan
kepada hamba-hambaAllah yang lain.Mengenai penisbahan dirinya kepada Syazilah,
Abul Hasan menuturkan, Pernah aku berkata, wahaiTuhan-ku, mengapa Engkau
menamakanku dengan Asy-Syazili sedangkan aku tidak berasal dari Syazilah? Maka
aku seolah-olah mendengar Suara mengatakan, wahai Ali, Aku tidak
menamakanmudengan Asy-Syazili, akan tetapi engkau adalah seorang
Syazzili.Syazzili dibaca dengan dengan tasydid huruf dzal, bermakna: orang yang
diistimewakan untuk menjadi pelayan-Ku [lewat ibadah] danmemperoleh kecintaan-Ku.Dari Syazilah, Syeikh Abul Hasan Asy-Syazili
bertolak ke kota Tunisia, tempat mana dirinya akanmenanggung suatu cobaan
berat. Hal ini pernah diramalkan oleh Ibnu Masyisy ketika ia mengatakankepada
Abul Hasan, Akan ditimpakan ujian kepadamu di sana (Tunisia) dari pihak
penguasa. Kisahnya,kepala hakim di Tunisia bernama Ibnu Al-Barra merasa iri
melihat Abul Hasan mempunyai banyak muriddan populer di kalangan masyarakat, di
samping tidak sedikit ahli-ahli fiqh dan ulama yang mengikuti majlisnya. Iri
hati tersebut mendorong Ibnu Al-Barra untuk menghasut Abul Hasan kepada
SultanTunisia. Sultan yang termakan hasutan Ibnu Al-Barra lantas memerintahkan
untuk mengurung SyeikhAbul Hasan di istananya untuk beberapa waktu. Namun apa
yang terjadi? Dalam waktu itu pula Sultan ditimpa oleh banyak kejadian yang
memilukan. Dan Sultan akhirnya menyadari bahwa apa yang terjadi kepada dirinya
adalah bahagian dari karamah Abul Hasan Asy-Syazili. Maka tanpa menunggu lama,
iapun membebaskan Abul Hasan. Dari Tunisia, Abul Hasan kemudian pindah ke
Mesir. Kedatangannya di Mesir pada waktu itu bukan merupakan kali yang pertama.
Sebab sebelumnya ia sudah pernah singgah di Mesir dalam perjalanannya menuju
tanah suci untuk menunaikan fardhu haji. Tentang alasan mengapa ia datang lagi
ke Mesir,Syeikh Abul Hasan mengungkapkan, Dalam mimpiku aku melihat Rasulullah
saw., dan beliau berkata, Hai Ali, pindahlah engkau ke negeri Mesir, [dan di
sana nanti] engkau akan mengasuh 40 orang teman.. Ia kemudian tiba di
Alexandria (Iskandariyah), dan menikah di sana. Dari pernikahannya itu ia
memperoleh keturunan; tiga lelaki dan dua perempuan. Hari-hari yang dilaluinya
selama menetap diMesir merupakan masa ketentraman lahir dan batin baginya.
Sultan Mesir telah menghibahkan kepadaAbul Hasan sebuah benteng di Iskandariyah
untuk tempat tinggal keluarganya. Pada waktu ia menetap di Mesir itu pula masa
yang penuh barakah bagi Mesir, bukan saja dari sisi dawah, tapi juga dari sisi
bahwa Mesir telah memuliakan seorang ulama yang paling tinggi dan utama, baik
ilmu maupun akhlaknya. Dalam Qamus Al-Muhith karangan Al-Fairuz-abadi
diterangkan: Termasuk di antara orang-orang yang menghadiri majlisnya (yakni
Abu al-Hasan) ialah Izzuddin bin Abdussalam dan Ibnu Daqiqil Id, dua tokoh
ulama terpandang. Selain mereka, termasuk pula Al-Hafiz Al-Munziri, Ibnu
Al-Hajib, Ibnu Shalah, Ibnu Ushfur, serta ulama-ulama lain dari Madrasah
Kamiliyah di Kairo. Kamiliyah adalah madrasah yang pembelajaran fiqhnya
didasarkan kepada mazhab Imam Asy-Syafii, didirikan oleh SultanAl-Kamil,
kemenakan Shalahuddin Al-Ayyubi, di permulaan abad ke-7 Hijriyah. Madrasah itu
terletak diJalan Al-Muiz Lidinillah (Jalan Ash-Shaghah). Madrasah ini juga
pernah masyhur dengan nama DarulHadits lantaran Sultan Al-Kamil menyediakannya
khusus untuk para pelajar dan pengajar Hadits.Sesudah mereka, baru kemudian
tempat tersebut dimafaatkan oleh para ahli fiqh mazhab Asy-Syafii. Sultan Kamil
telah mewaqafkan berbagai harta dalam bentuk benda yang dari hasilnya dapat
dipakaiuntuk membiayai seluruh keperluan madrasah.Abul Hasan berpenampilan bagus, ucapan-ucapannya
enak didengar dan tidak berhaluan radikal dalam kesufiannya sebab ia
mengatakan, Thariqah ini bukan merupakan sikap ruhban (biarawan); tidak makan
gandum dan kurma, dan bukan pula dengan banyak mengucapkan kata-kata sastra.
Tetapi ia adalah sabar dalam menerima segala suruhan (syariat Islam) dan yakin
dalam hidayah.Yaqut Al-Arsy menukilkan dari gurunya, Abul Abbas
Al Mursi, bahwa Abul Hasan Ali Asy-Syazilimenunaikan fardhu haji pada setiap
tahun. Ia menempuh jalan melalui Shaid Mishr (UpperEgypt/kawasan hulu Mesir),
dan berdiam di Makkah dari bulan Rajab sampai dengan selesai musim haji
kemudian pergi menziarahi makam Nabi saw.. Sebelum keberangkatannya pada kali
yang terakhir ditahun 656 Hijriyah, ia meminta kepada pelayannya untuk membawa
kapak, keranjang besar, ramu-ramuan yang biasa dipakai untuk mayat agar tidak
lekas rusak, serta semua perlengkapan untuk pengurusan mayat. Ketika si pelayan
menanyakan kepentingan semua itu, Abul Hasan menjawab, Di Humaitsara akan ada
al-khabar al-yaqin ( kabar yang meyakinkan, yakni maut). Humaitsara
adalah satu daerah di kawasan pelabuhan Izab yang terletak di pantai barat Laut
Merah. Di Humaitsara ini terdapat mata air Zuaq dan perkampungan-perkampungan.
Tatkala Abul Hasan tiba di Humaitsra, ia langsung mandi serta shalat dua
rakaat, dan sesudah itu ia pun pergi kembali kepada Tuhan Penciptanya. Abul
Hasan dimakamkan di Humaitsara. Dalam Rihlah Ibnu Bathuthah tercatat: Aku telah
mengunjungimakamnya; dan di atas makam ada sebuah kubah yang di situ tertulis
nama dan silsilah Abul Hasan yangsampai kepada Hasan bin Ali bin Abi Thalib
(semoga Allah Taala merahmati mereka semuanya). Dalam Rihlah Ibnu Jubair dan
Ibnu Bathuthah, dan Al-Khuthuth Al-Maqriziyyah terdapat keterangan bahwa Izab
adalah sebuah pelabuhan di Laut Qalzum, tidak ada perkotaan di sana, akan
tetapi iatermasuk pelabuhan yang amat terkenal di dunia pelayaran. Kapal-kapal
yang berlabuh di pelabuhan itudatang dari dari Yaman, Habsyah (Ethiopia), dan
India. Izab juga merupakan jalan menuju Tanah Sucidari Mesir, yang ditempuh
oleh orang-orang yang ingin menunaikan haji dengan melintasi Qaush. Darisitu
mereka naik kapal menuju Jeddah. telah dijadikan jalur lalu-lintas menuju Hijaz
oleh para jamaah haji Mesir dan Maroko selama 200 tahun lebih. Tapi
penggunaan jalur ini kemudian dihentikandalam tahun 766 Hijriyah. Maka semenjak
abad ke-10 Hijriyah, hanya tinggal puing, jalan-jalannyatelah hilang dan
orang-orang haji merubah rute perjalanan mereka ke jalur lintas Suez
Aqabah,kemudian menyusuri tepi timur Laut Merah menuju Jeddah.Ibnu Jubair menggambarkan perjalanan haji dari
Qaush ke Izab, katanya, Lalu lintas antara Qaush ada dua: pertama, yang disebut
dengan jalan Al- Abdain; dan lainnya, yang disebut denganHumaitsara, dan yang
terakhir inilah yang dilalui oleh Syaikhuna Abul Hasan dalam perjalanan
terakhirnya menuju negeri-negeri Hijaz, dan di Humaitsara itu pula ia menemui
ajalnya pada tahun 656 Hijriyah serta dimakamkan dalam rumahnya di
sana.Rahimahullah Sayyidi Abul Hasan Asy-Syazili.
Karya Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili
• Majmu’atul Ahzab ( Kumpulan Hizib-wirid )
• Mafakhirul ‘Aliyah
• Al Amin
• As Sirrul Jalil fi Khawashi Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil
• Hizbus Syadzili ( partai terkenal di Afrika )
• Mafakhirul ‘Aliyah
• Al Amin
• As Sirrul Jalil fi Khawashi Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil
• Hizbus Syadzili ( partai terkenal di Afrika )
Pendapat Ulama tentang Syekh Abul Hasan Ali
Asy Syadzili
• Al-Manawi berkata : ketika ditanya orang
siapa Syekh nya; Syekh Abu Hasan Ali menjawab : “Adapun pada masa lalu, Syekh
Abdus Salam Masyisy, sekarang aku minum dari sepuluh lautan, lima diantaranya
di langit dan lima di bumi.”
• Al-Mursi berkata : “Allah swt pernah membukakan tabir pemandanganku, maka Ku lihat Syekh Abu Madyan bergantung di tiang Arasy. Aku mengajukan pertanyaan :
”Berapa banyak ilmu anda?”
Dia menjawab :”71”
Aku bertanya lagi : “Apa Jabatanmu?”
Dia menjawab :”Khalifah keempat dan pemimpin 7 wali Abdal
Kutanya lagi :”Bagaimana pendapatmu tentang Abu Hasan
Asy-Syazili?”
Dia menjawab :”Dia lebih dari padaku dengan 40 Ulama, dia
Adalah samudera tidak bertepi.”
• Abu Abdullah As-Syatibi berkata : “ Aku setiap malam mengadakan hubungan dengan Syekh Abu Hasan beberap kali. Aku mohon berbagai hajat kepada Allah swt, dengan perantaraannya. Ternyata hajatku dikabulkan Allah swt. Pada suatu malam, aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. Aku bertanya kepada beliau :
• Al-Mursi berkata : “Allah swt pernah membukakan tabir pemandanganku, maka Ku lihat Syekh Abu Madyan bergantung di tiang Arasy. Aku mengajukan pertanyaan :
”Berapa banyak ilmu anda?”
Dia menjawab :”71”
Aku bertanya lagi : “Apa Jabatanmu?”
Dia menjawab :”Khalifah keempat dan pemimpin 7 wali Abdal
Kutanya lagi :”Bagaimana pendapatmu tentang Abu Hasan
Asy-Syazili?”
Dia menjawab :”Dia lebih dari padaku dengan 40 Ulama, dia
Adalah samudera tidak bertepi.”
• Abu Abdullah As-Syatibi berkata : “ Aku setiap malam mengadakan hubungan dengan Syekh Abu Hasan beberap kali. Aku mohon berbagai hajat kepada Allah swt, dengan perantaraannya. Ternyata hajatku dikabulkan Allah swt. Pada suatu malam, aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. Aku bertanya kepada beliau :
”Wahai Rasulullah saw, relakah rasul kepada
Abu Hasan. Aku selalu bermohon kepada Allah swt dengan perantaraan beliau, ternyata
doa’ ku makbul. Bagaimana pendapat Rasulullah tentang dirinya?
Beliau bersabda :
“Abu Hasan itu adalah putraku, secara
rohaniah. Anak adalah bagian dari Ayah. Siapa yang berpegang kepada sebagian,
berarti sesungguhnya berpegang pada semua. Apabila kamu meminta kepada Allah
swt dengan perantaraan Syekh Abu Hasan, maka sesungguhnya kamu telah memohon
kepada Allah swt dengan perantaraanku.”
Wasiat dan Nasihat Syekh Abul Hasan Ali Asy
Syadzili
• Jika Kasyaf bertentangan dengan Al Qur’an
dan Sunah, tinggalkanlah Kasyaf dan berpeganglah pada Al Qur’an dan Sunah.
Katakana pada dirimu : Sesungguhnya Allah swt menjamin keselamatan saya dalam
kitabnya dan sunah Rasulnya dari kesalahan, bukan dari Kasyaf, Ilham, maupun
Musyahadah sebelum mencari kebenarannya dalam Al Qur’an dan Sunah terlebih
dahulu.
• Kembalilah dari menentang Allah swt, maka
engkau menjadi Ahli Tauhid. Berbuatlah sesuai dengan rukun-rukun Syara’, maka
engkau menjadi Ahli Sunah. Gabungkanlah keduanya, maka engkau menuju
kesejatian.
• Jika engkau menginginkan bagian dari
anugerah para wali, berpalinglah dari manusia kecuali dia menunjukkanmu kepada
Allah swt dengan cara yang benar dan tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan
Sunah.
• Seandainya kalian mengajukan permohonan
kepada Allah swt, sampaikan lewat Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali. Kitab
Ihya Ulumuddin Al Ghazali mewariskan Ilmu; sedangkan Qutub Qulub Al Makki
mewariskan cahaya kepada kalian.
• Ketuklah pintu zikir dengan hasrat dan
sikap sangat membutuhkan kepada Allah swt melalui kontemplasi, menjauhkan diri
segala hal selain Allah swt. Lakukanlah dengan menjaga rahasia batin, agar jauh
dari bisikan nafsu dalam seluruh nafas dan jiwa, sehingga kalian memilki
kekayaan rohani. Tuntaskan lisanmu dengan berzikir, hatimu untuk tafakur dan
tubuhmu untuk menuruti perintah-Nya. Dengan demikian kalian bisa tergolong
orang-orang saleh.
• Manakala zikir terasa berat di lisanmu,
sementara pintu kontemplasi tertutup, ketahuilah bahwa hal itu semata-mata
karena dosa-dosamu atau kemunafikan dalam hatimu. Tak ada jalan bagimu kecuali
bertobat, memperbaiki diri, hanya menggantungkan diri kepada Allah swt dan
ikhlas beragama.
Suatu ketika saat berkelana beliau berkata
dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”
Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang
diberi nikmat hanya kamu saja” Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa
begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?”
Kemudian terdengar suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat
petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya
beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah
nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.
Beliau belajar ilmu thariqah dan hakikat
setelah matang dalam ilmu fiqihnya. Bahkan beliau tak pernah terkalahkan setiap
berdebat dengan ulama-ulama ahli fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu
hakikat, beliau berguru kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh
Abdus Salam Ibnu Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan quthbiyahnya dan
menjadi Imam Al-Auliya’.
Peninggalan ampuh sampai sekarang yang sering
diamalkan oleh umat Islam adalah Hizb Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah
Syadziliyah yang banyak sekali pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb yang
diterima langsung dari Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu
hurufnya oleh beliau saw.
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. pernah
ber-riadhah selama 80 hari tidak makan, dengan disertai dzikir dan membaca
shalawat yang tidak pernah berhenti. Pada saat itu beliau merasa tujuannya
untuk wushul (sampai) kepada Allah swt. telah tercapai. Kemudian datanglah
seorang perempuan yang keluar dari gua dengan wajah yang sangat menawan dan
bercahaya. Dia menghampiri beliau dan berkata, ”Sunguh sangat sial, lapar
selama 80 hari saja sudah merasa berhasil, sedangkan aku sudah enam bulan
lamanya belum pernah merasakan makanan sedikitpun”.
Suatu ketika saat berkelana, beliau berkata
dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”.
Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang
diberi nikmat hanya kamu saja”. Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa
begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?”.
Kemudian terdengarlah suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan
mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana
caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua
adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.
Beliau pernah khalwat (menyendiri) dalam
sebuah gua agar bisa wushul (sampai) kepada Allah swt. Lalu beliau berkata
dalam hatinya, bahwa besok hatinya akan terbuka. Kemudian seorang waliyullah
mendatangi beliau dan berkata, “Bagaimana mungkin orang yang berkata besok
hatinya akan terbuka bisa menjadi wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah
bukan karena Allah (hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali)”. Setelah itu
beliau sadar dan faham dari mana datangnya orang tadi. Segera saja beliau
bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt. Tidak lama kemudian hati Syekh Abul
Hasan Asy-Syadzili r.a. sudah di buka oleh Allah swt. Demikian di antara
bidayah (permulaaan) Syekh Abul Hasan As-Syadzili.
Beliau pernah dimintai penjelasan tentang
siapa saja yang menjadi gurunya? Sabdanya, “Guruku adalah Syekh Abdus Salam
Ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan
ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab
r.a, Ustman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit
yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung.
Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu
catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya
sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak
terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa
saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”.
Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku
setiap malam banyak membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan
ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka
terkabulkanlah apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi
Muhammad saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu
berwasilah membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku meminta apa
saja kepada Allah swty. apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti
hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw. Menjawab, “Abul
Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang
tuanya, maka barang siapa bertawashul kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama
saja bertawashul kepadaku”.
Pada suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh
Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis
terdapat seorang faqir yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul
Hasan Asy-Syadzili berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi
berkata, “Bagaimana mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara
tentang zuhud sedang beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan
lebih zuhud adalah aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian Syekh Abul Hasan
menoleh kepada orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang seperti itu adalah
pakaian yang mengundang senang dunia karena dengan pakaian itu kamu merasa
dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini mengundang orang
menamakanku orang kaya dan orang tidak menganggap aku sebagai orang zuhud,
karena zuhud itu adalah makam dan kedudukan yang tinggi”. Orang fakir tadi lalu
berdiri dan berkata, “Demi Allah, memang hatiku berkata aku adalah orang yang
zuhud. Aku sekarang minta ampun kepada Allah dan bertaubat”.
Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan
Asy-Syadili:
1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua
perkara ini : pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat.
Kedua, ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.
2. Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu
ada tiga : pertama, karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat
dan beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada
Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan
ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena
dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang
membikin Allah swt. untuk mengujimu.
Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa
sebabnya sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi.
Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan itu
berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang
barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari
dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat
(kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak bersamaan
dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang tersebut terbujuk syetan
dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang
mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada
orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya
orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan
dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah
(fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan
amalnya.
Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt.
secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat
duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa,
seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan
pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah
swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada
waktu yang lain, agar kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at
(tidak bisa menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap
waktu itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu
yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan
tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt. membenarkanmu. Radiya
allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa
‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma Amiin.
Silsilah Tarekat beliau Sulthonul Auliya’i
Sayyidina Syeh Abul Hasan Asy-Syadzili Rodliallohu Anhu sebagai berikut :
Quthbulmuhaqiqina Sayyid Abil Hasan
Asy-Syadzili Radliallahu Anhu
§ As-Syeh As-Sayyid Ibnu ‘Abdillah Abdus Salam
bin Mashish
§ Quthbul Syarif ‘Abdul Rohman Hasan
§ Quthbul ‘Aulai’i Taqiyuddin
Alfaqirussufi
§ As-Syeh Fakhruddin
§ As-Syeh Alquthub Nuruddin ‘Ali
§ As-Syeh Alquthub Tajuddin Muhammad
§ As-Syeh Alquthub Zain Alddin Alqozwini
§ As-Syeh Alquthub Ibrohim Albashri .
§ As-Syeh Alquthub Ahnad Almarwani
§ As-Syeh Sa’id
§ As-Syeh Alquthub Abi Muhammad Fah Assa’udi
§ Alquthub Sa’id Alghozwani
§ Alquthub Ibnu Muhammad Jabir
§ Awwalul Aqthobi Sayyidi Syarif Alhasan Bin
Ali
§ Sayyidina Ali Bin Abi Tholib Karomallohu
Wajhah
§ Sayyidina Wa Habibina Wa Syafi’ina Muhammad
Sholallohu ‘Alaihi Wasallama .
Karomah syekh Abu Hasan Asydzazili
Sulthonul Auliya’i Syeh Abul Hasan
Asy-Syadzili adalah seorang yang dianugerahi karomah yang sangat banyak,
tidak ada yang bisa menghitung karomahnya kecuali Allah SWT. Dan berikut
ini adalah sebagian dari karomah beliau Kanjeng Syeh , antara lain
:
Allah
SWt menganugerahkan kepada beliau kunci seluruh Asma-Asma, sehingga seandainya
seluruh manusia dan jin menjadi penulis beliau (untuk menulis ilmu-ilmu beliau)
mereka akan lelah dan letih, sedangkan ilmu beliau belum habis.
1.
Beliau adalah
sangat terpuji akhlaqnya, sifat mudah menolong dan kedermawanannya dari sejak
usia anak-anak sampai ketika umur enam tahun telah mengenyangkan orang-orang
yang kelaparan pada penduduk Negara Tunisia dengan uang yang berasal dari alam
ghoib (uang pemberian Allah secara langsung kepada beliau Kanjeng Syeh ).
2.
Beliau didatangi
Nabiyulloh Khidir as untuk menetapkan “wilayatul adzimah” kepada beliau (menjadi seorang wali
yang mempunyai kedudukan tinggi) ketika beliau baru berusia enam tahun.
3.
Beliau bisa
mengetahui batin isi hati manusia
4.
Beliau pernah
berbicara dengan malaikat dihadapan murid-muridnya
5.
Beliau menjaga
murid-muridnya meskipun di tempat yang jauh
6.
Beliau mampu
memperlihatkan/menampakkan ka’bah dari negara Mesir
7.
Beliau tidak
pernah putus melihat/menjumpai Lailatul Qodar semenjak usia baligh hingga
wafatnya beliau.
8.
Doa Beliau Kanjeng
Syeh Mustajabah (dikabulkan oleh Allah SWT)
9.
Beliau
Kanjeng Syeh tidak pernah terhalang sekejap mata pandangannya dari Rasulullah
saw selama 40 tahun (artinya beliau selalu berjumpa dengan Rasulullah selama 40
tahun)
10.
Beliau dibukakan
(oleh Allah) bisa melihat lembaran buku murid-murid yang masuk kedalam
Thoriqohnya, padahal lebar bukunya tersebut berukuran sejauh mata memandang.
Hal ini berlaku bagi orang yang langsung bai’at kepada beliau dan juga bagi
orang sesudah masa beliau sampai dengan akhir zaman. Dan seluruh murid-muridnya
(pengikut thoriqohnya) diberi karunia bebas dari neraka. Kanjeng Syeh Abul
Hasan Asy Syadzili sungguh telah digembirakan diberi karunia, barang siapa yang
melihat beliau dengan rasa cinta dan rasa hormat tidak akan mendapatkan celaka.
11.
Beliau menjadi
sebab keselamatan murid-muridnya/pengikutnya (akan memberikan syafaat di
akhirat)
12.
Beliau berdo’a
kepada Allah SWT, agar menjadikan tiap-tiap wali Qutub sesudah beliau sampai
akhir zaman diambil dari golongan thoriqohnya. Dan Allah telah mengabulkan Do’a
beliau tersebut. Maka dari itu wali Qutub sesudah masa beliau sampai akhir
zaman diambil dari golongan pengikut beliau.
13.
Syaikh Abul Abbas
Al Mursi ra berkata : “Apabila Allah SWT menurunkan bala/bencana yang bersifat
umum maka pengikut thoriqoh syadziliyah akan selamat dari bencana tersebut
sebab karomah Kanjeng syeh Abul Hasan Asy Syadzili “.
14.
Syaikh Syamsudin
Al-Hanafi ra mengatakan bahwa pengikut thoriqoh syadziliyah dikaruniai
kemulyaan tiga macam yang tidak diberikan pada golongan thoriqoh yang lainnya :
§ Pengikut thoriqoh Syadziliyah telah dipilih
di lauhil mahfudz
§ Pengikut thgoriqoh syadziliyah apabila
jadzab/majdub akan cepat kembali seperti sedia kala.
§ Seluruh Wali Qutub yang diangkat sesudah masa
syeh Abul Hasan Asy Syadzili ra akan diambil dari golongan ahli thoriqoh
Sadziliyah.
15.
Apabila beliau
mengasuh/mengajar murid-muridnya sebentar saja, sudah akan terbuka hijab.
16.
Rasulullah saw
memberikan izin bagi orang yang berdo’a Kepada Allah SWT dengan bertawasul
kepada Kanjeng Syeh Abul Hasan Asy Syadzili.